Remaja Indonesia dan Judi Online: Awalnya Cuma Coba-Coba, Lalu Jadi Bencana

Ilustrasi: Permainan judi online. (©Freepik/Rawpixel)

Petta – “Awalnya cuma coba-coba, akhirnya terjebak.” Kalimat ini menjadi gambaran nyata dari 197.000 anak Indonesia yang terlibat judi online sepanjang 2024, berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Anak-anak berusia 11 hingga 19 tahun ini menemukan pintu masuk ke dunia perjudian digital yang, meski menjanjikan kesenangan sesaat, menyimpan dampak destruktif yang panjang.

Psikolog Irma Gustiana menjelaskan bagaimana judi online memanfaatkan rasa ingin tahu khas remaja untuk menciptakan pola kecanduan.

“Pelepasan hormon dopamine menimbulkan euforia, happy, seneng banget. Akibatnya, otak memicu pola yang sama, hormon ini memberikan efek “senang” sementara, yang memancing anak untuk terus berjudi meski kalah berulang kali.”

Irma di gelar wicara pemutaran film Kemenangan Sejati di Jakarta, Senin (2/12/2024).

Siklus Ketergantungan yang Berbahaya

Fenomena ini berkaitan erat dengan konsep gambler’s fallacy, yaitu keyakinan bahwa kemenangan sudah dekat setelah serangkaian kekalahan. Dalam film Kemenangan Sejati, Gio (Muzakki Ramdhan) mencerminkan kondisi ini. Kekalahannya saat berjudi membuatnya mencari uang ke mana-mana demi membalikkan peruntungan. Sayangnya, pola pikir “besok pasti beruntung” hanya membuatnya semakin terjebak.

Riset mendukung dampak ini: sebuah studi dari Journal of Gambling Studies (2021) menemukan bahwa kecanduan judi online memicu tingkat stres finansial yang lebih tinggi dibandingkan bentuk perjudian lain, terutama pada remaja. Tekanan untuk “menutupi kerugian” sering kali membuat mereka terjerumus pada tindak kriminal seperti pencurian, atau berutang besar.

Dampak Sosial dan Mental yang Mencekam

Ketergantungan ini tidak hanya menghancurkan finansial, tetapi juga relasi sosial. Irma mengingatkan bahwa judi online dapat menjauhkan anak dari keluarga dan teman-temannya. “Ada rasa malu, rasa bersalah ke keluarga, yang membuat mereka semakin menarik diri dan terus berjudi,” tuturnya. Selain itu, anak yang mencoba berhenti sering mengalami withdrawal symptoms, seperti kecemasan akut, yang membuat mereka kembali berjudi sebagai pelarian.

Langkah Pencegahan: Bangun Kesadaran Sejak Dini

Mencegah lebih baik daripada mengobati. Irma menggarisbawahi pentingnya edukasi sejak dini untuk mencegah remaja terpapar godaan judi online. “Setiap kalian menolak dan tidak mau melakukan aktivitas judi online, kalian sedang membangun masa depan yang lebih baik dan lebih bahagia,” katanya.

Ketika dunia digital semakin merambah ke segala lini kehidupan, tantangan terbesar adalah bagaimana membentengi generasi muda dari jebakan seperti judi online. Dalam kata-kata Irma, mencoba judi online adalah risiko besar, di mana kemenangan kecil hari ini bisa menjadi awal dari kerugian seumur hidup.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts