
Petta – Ketegangan bersenjata antara Thailand dan Kamboja kembali mencuat setelah bentrokan militer pecah di wilayah perbatasan yang disengketakan. Lebih dari 130.000 warga dilaporkan mengungsi dalam dua hari terakhir akibat gempuran artileri berat, serangan udara, dan penggunaan ranjau darat.
Wilayah sengketa yang menjadi pusat bentrokan mencakup sekitar kuil kuno Prasat Ta Muen Thom dan Preah Vihear. Kedua lokasi tersebut telah lama menjadi sumber konflik batas wilayah antara kedua negara.
Militer kedua negara dilaporkan saling meluncurkan serangan udara, peluncur roket, hingga penembakan artileri ke wilayah sipil. Media lokal Thailand menyebut sedikitnya 14 orang, termasuk satu tentara dan belasan warga sipil, tewas akibat serangan di wilayah timur laut negara itu. Sementara, di pihak Kamboja, satu warga sipil dilaporkan meninggal dunia.
“Lebih dari 120.000 orang telah dievakuasi dari zona konflik,” demikian laporan Al Jazeera yang mengutip pejabat lokal dan data dari lembaga kemanusiaan internasional.
Thailand telah menetapkan darurat militer di delapan distrik perbatasan dan menutup seluruh pos lintas batas resmi. Di tengah kekacauan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum lainnya terkena dampak serangan, termasuk sebuah SPBU yang terbakar setelah terkena tembakan artileri.
Diplomasi Mandek, Tudingan Saling Serang
Upaya mediasi sempat dilakukan oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang menawarkan gencatan senjata kepada kedua negara. Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, mengklaim bahwa dirinya telah menyetujui usulan tersebut. Namun, Thailand kemudian menarik diri dari kesepakatan itu.
“Kami lebih memilih menyelesaikan masalah ini secara bilateral,” ujar Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin, seperti dilaporkan Reuters, Jumat (25/7/2025).
Kamboja menanggapi dengan mengusulkan sidang darurat Dewan Keamanan PBB. Sementara itu, hubungan diplomatik memburuk setelah Thailand menarik duta besarnya dari Phnom Penh dan mengusir duta besar Kamboja.
Situasi diperkeruh oleh insiden ledakan ranjau darat yang melukai beberapa tentara Thailand. Bangkok menuding Kamboja telah menanam ranjau baru jenis PMN-2 buatan Rusia, yang melanggar hukum internasional. Namun, Phnom Penh membantah tudingan tersebut dan menyatakan siap membawa persoalan ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Ketegangan Dipengaruhi Rivalitas Politik
Pengamat menilai bahwa ketegangan ini tidak semata-mata dilatari sengketa batas wilayah, tetapi juga didorong oleh rivalitas elite politik kedua negara. Hubungan panas antara mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra dan mantan PM Kamboja Hun Sen, yang kini menjadi penasihat putranya, turut memperkeruh situasi.
“Retorika nasionalistik dan tekanan politik dalam negeri memainkan peran besar dalam meningkatkan eskalasi,” tulis The Australian dalam laporannya.
Hingga kini, belum ada tanda-tanda penurunan eskalasi meski tekanan dari masyarakat internasional terus meningkat. ASEAN, Amerika Serikat, dan China telah menyatakan keprihatinan dan menyerukan penghentian kekerasan.
Sementara itu, warga sipil di kedua sisi perbatasan masih berada dalam kondisi waswas. Ribuan orang tinggal di kamp pengungsian darurat tanpa akses memadai terhadap air bersih, makanan, dan layanan kesehatan.
Pemerintah kedua negara diharapkan segera mencari jalan damai untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak serta memulihkan stabilitas kawasan.