
Petta – Asbes atau asbestos, bahan bangunan yang pernah begitu populer karena daya tahan dan harganya yang ekonomis, kini mulai ditinggalkan secara global. Berbagai negara telah melarang penggunaannya karena risiko kesehatan yang sangat serius. Di Indonesia, kesadaran akan bahaya asbes juga perlahan meningkat, meski regulasi nasional yang melarang total belum sepenuhnya diterapkan.
Asbes adalah mineral silikat alami yang berserat halus dan tahan panas, banyak digunakan dalam atap bangunan, plafon, pipa, dan rem kendaraan. Namun, paparan jangka panjang terhadap serat asbes dapat menyebabkan gangguan kesehatan berat, termasuk kanker.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan semua bentuk asbes sebagai zat karsinogenik bagi manusia. Paparan asbes yang terhirup dalam jangka waktu lama bisa memicu kanker paru-paru, mesothelioma (kanker langka pada selaput paru), serta asbestosis sejenis fibrosis paru yang dapat berujung pada kegagalan pernapasan.
“Sekitar 200.000 kematian setiap tahun secara global dikaitkan dengan paparan asbes di tempat kerja,” tulis WHO dalam laporan faktanya, sembari menekankan bahwa tidak ada tingkat paparan asbes yang dianggap aman.
Pelarangan Global Semakin Luas
Lebih dari 50 negara telah melarang penggunaan asbes sepenuhnya. Negara-negara seperti Australia, Jepang, Inggris, dan Uni Eropa telah menerapkan pelarangan sejak awal 2000-an. Di Amerika Serikat, Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) pada Maret 2024 mengeluarkan keputusan final untuk melarang jenis chrysotile asbestos—bentuk asbes yang paling umum digunakan di AS.
“Larangan ini adalah langkah penting untuk akhirnya mengakhiri paparan terhadap bahan kimia berbahaya yang sudah lama kita ketahui sangat mematikan,” kata Administrator EPA, Michael Regan, dikutip dari Verywell Health.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia masih termasuk dalam daftar negara yang belum melarang penggunaan asbes secara total. Data dari Asbestos Safety and Eradication Agency (ASEA) menyebut Indonesia mengimpor lebih dari 100 ribu ton asbes per tahun, sebagian besar untuk kebutuhan industri bahan bangunan.
Namun, dorongan dari masyarakat sipil dan komunitas kesehatan mulai membawa perubahan. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, misalnya, telah mengeluarkan imbauan agar masyarakat tidak menggunakan bahan atap berbahan dasar asbes untuk rumah tinggal.
“Asbes memang memiliki harga yang relatif murah dan tahan lama, tapi efek jangka panjang terhadap kesehatan sangat membahayakan. Paparan debu asbes bisa memicu penyakit pernapasan kronis bahkan kanker,” ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, dalam keterangan resminya (Mei 2024).
Tak hanya itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada awal 2025 mengabulkan gugatan aktivis lingkungan yang menuntut pelabelan wajib pada produk asbes. Ini menandai awal dari potensi regulasi lebih ketat di tingkat nasional.
Bukti Ilmiah Semakin Kuat
Penelitian yang dimuat dalam International Journal of Environmental Research and Public Health (2018) menegaskan hubungan langsung antara paparan asbes dengan peningkatan risiko mesothelioma dan kanker paru-paru. Studi ini juga menyebut bahwa pekerja konstruksi, petugas bongkar bangunan, dan penghuni rumah yang menggunakan asbes memiliki risiko paparan tertinggi, terutama tanpa alat pelindung yang memadai.
Di Indonesia, studi dari LION Indonesia dan APHEDA Australia pada 2022 menyebutkan bahwa penderita penyakit terkait asbes sulit didiagnosis secara dini karena minimnya kesadaran tenaga kesehatan dan masyarakat umum. Akibatnya, banyak kasus baru terdeteksi saat sudah dalam kondisi kronis atau tidak tertangani.
Menuju Indonesia Bebas Asbes
Meskipun pelarangan nasional belum terjadi, berbagai lembaga advokasi terus mendorong pemerintah untuk menghapus secara bertahap penggunaan asbes di pasar domestik. Alternatif bahan bangunan yang lebih aman seperti fiber cement non-asbes, genteng metal, dan polycarbonate kini semakin mudah ditemukan.
“Sudah saatnya Indonesia bergeser ke arah pembangunan yang sehat dan berkelanjutan. Tidak ada alasan untuk mempertahankan material berbahaya saat sudah ada alternatif yang lebih aman,” kata Reni Siregar, aktivis dari INA-BAN, koalisi nasional penghapusan asbes.
Catatan: Jika Anda bekerja di bidang konstruksi atau tinggal di rumah yang dibangun sebelum tahun 2000, sangat disarankan untuk memeriksa kandungan asbes melalui ahli dan tidak mencoba membongkar sendiri tanpa perlindungan yang sesuai.