
Petta – Ribuan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Makassar menghadapi ancaman serius. Mereka tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga dianggap berstatus ilegal. Akibatnya, siswa-siswa ini berpotensi kehilangan hak menerima rapor, mengikuti Ujian Nasional, hingga memperoleh ijazah meskipun telah mengikuti pendidikan formal.
Permasalahan ini pertama kali diungkapkan oleh Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto, setelah mendapat laporan dari Kepala SMP Negeri 6 Makassar, Munir, pada Desember 2024. Munir menyampaikan hal tersebut menjelang purnatugasnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Salah satunya soal dapodik, anak-anak yang tidak terdaftar dapodik itu bisa saja tidak dapat ijazah. Dianggap anak ilegal, padahal mereka resmi mengikuti pendidikan,” ujar Danny Pomanto, sapaan akrab Wali Kota, dalam keterangannya baru-baru ini.
Berdasarkan laporan, jumlah siswa dengan status ilegal ini diperkirakan mencapai 1.500 hingga 2.000 orang. Mereka tersebar di berbagai SMP Negeri favorit di Makassar. Kondisi ini dipicu oleh kebijakan “jalur solusi” dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Kebijakan yang bertujuan memberikan akses pendidikan lebih luas justru menciptakan kelebihan kapasitas di banyak sekolah negeri.

Plh Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Nielma Palamba, menjelaskan bahwa penerapan jalur solusi menyebabkan banyak sekolah menerima siswa melebihi kapasitas yang ditetapkan.
“Seharusnya kapasitas maksimal satu rombel itu hanya 32 siswa. Tapi sekarang ada yang mencapai 50 siswa per kelas, seperti di SMP Negeri 6. Akibatnya, mereka tidak bisa mendapatkan rapor atau ijazah,” jelas Nielma.
Ia menambahkan, kecenderungan orang tua untuk memilih sekolah negeri karena dianggap memiliki fasilitas lebih baik turut memperburuk situasi. Sementara itu, beberapa sekolah swasta di sekitar sekolah negeri justru kekurangan siswa.
Nielma memastikan bahwa pihaknya tengah berupaya agar siswa-siswa tersebut dapat segera terdaftar di Dapodik sebelum batas waktu yang ditetapkan, yaitu 31 Januari 2025.
“Sudah ada laporan, kita konsultasikan. Insyaallah (diupayakan masuk di dapodik), yang penting tidak lewat dari 31 Januari,” ucapnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Kadisdik nonaktif, Muhyiddin, sebelumnya telah berkonsultasi dengan pemerintah pusat mengenai masalah ini. Namun, laporan tersebut belum sepenuhnya diteruskan kepada Wali Kota Makassar.
Masalah ini memicu reaksi keras dari Dewan Pendidikan Kota Makassar. Suarman, salah satu pengurus Dewan Pendidikan, menilai kelalaian dalam pengelolaan data menjadi penyebab utama.
“Fatal ini kalau ada ribuan siswa di Makassar yang berstatus ilegal. Dinas Pendidikan teledor dalam mengelola dapodik,” tegas Suarman.
Ia menuntut Dinas Pendidikan segera memberikan penjelasan resmi kepada masyarakat dan melaporkan langkah-langkah penyelesaian kepada Wali Kota. “Jangan sampai ada anak sekolah yang kehilangan haknya hanya karena data tidak dikelola dengan baik,” tambahnya.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk meningkatkan akurasi dan transparansi dalam pengelolaan data pendidikan. Diharapkan, langkah cepat dan efektif segera diambil demi melindungi hak pendidikan seluruh siswa di Kota Makassar.