Bukan Sehat, Padel malah Bikin Stres? Menguak Sisi Gelap Olahraga Fomo

Ilustrasi: Kesehatan Mental. (©Andrea Piacquadio)

Petta – Di tengah ledakan popularitas olahraga seperti padel, banyak dari kita merasa terdorong untuk ikut serta agar tidak ketinggalan tren. Fenomena ini, yang dikenal sebagai Fear of Missing Out (FoMO), tidak hanya memengaruhi pilihan hobi, tetapi juga membawa risiko tersembunyi terhadap kesehatan mental dan fisik.

Bagi kaum urban, FoMO telah mengubah tujuan berolahraga. Dari yang semula merupakan aktivitas pribadi untuk menjaga kebugaran, kini menjadi ajang pamer dan pencarian validasi di media sosial. Pertanyaannya, seberapa jauh bahaya yang bisa ditimbulkan oleh motivasi yang salah ini?

Ancaman di Balik Validasi Digital

Platform digital seperti Strava atau Instagram telah mengubah olahraga menjadi sebuah kompetisi yang tak berkesudahan. Setiap pencapaian, dari jarak lari hingga sesi latihan di klub eksklusif, menjadi konten yang wajib dibagikan. Pergeseran ini, yang menurut para ahli psikologi, mengubah motivasi dari intrinsik (dorongan internal) menjadi ekstrinsik (dorongan eksternal).

“Partisipasi dalam olahraga virtual tidak lagi hanya tentang fisik, tetapi juga tentang mempertahankan identitas sosial dalam komunitas digital,” demikian menurut studi oleh Altındağ et al. (2022).

Para ahli menambahkan, FoMO adalah kecemasan yang muncul ketika seseorang merasa orang lain sedang mengalami pengalaman berharga, sementara dirinya tidak. Perasaan ini, jika tidak ditangani dengan baik, dapat memicu stres, kecemasan, dan gangguan citra diri. Remaja, khususnya, rentan merasa rendah diri dan tidak puas saat membandingkan diri mereka dengan standar yang kerap kali tidak realistis di media sosial.

Bahaya Fisik yang Mengintai di Balik Ambisi

Tekanan untuk “selalu update progres” bisa mendorong individu untuk memaksakan diri melampaui batas. Dr. Sapto Adji Hardjosworo, Sp.OT (K), seorang ahli ortopedi, memberikan peringatan tegas, bahwa banyak cedera terjadi karena individu “memaksakan diri melampaui kemampuannya”.

Perilaku ini sering kali mengarah pada Sindrom Overtraining atau kelelahan (burnout), sebuah kondisi medis yang serius. Burnout ditandai dengan kelelahan emosional atau fisik, penurunan motivasi, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri. Gejala overtraining sangat beragam, mulai dari nyeri otot dan kelelahan kronis hingga perubahan suasana hati, insomnia, dan penurunan performa yang drastis.

Risiko paling mengkhawatirkan dari “fomo workout” adalah ancaman pada organ vital. Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Muhammad Agi R., Sp.JP, memperingatkan bahwa “FOMO workout dapat berisiko memicu masalah, termasuk serangan atau henti jantung mendadak, terutama jika seseorang berolahraga tanpa memahami kondisi kesehatannya”.

Latihan berat yang berlebihan dapat meningkatkan aktivitas simpatis yang berbahaya bagi jantung. Selain itu, ada risiko medis yang lebih langka namun fatal, yaitu Rhabdomyolysis, di mana jaringan otot yang rusak melepaskan protein yang dapat merusak ginjal.

Mengubah Perspektif: Berolahraga untuk Diri Sendiri

Lalu, bagaimana cara menghindari jebakan fomo dan membangun hubungan yang sehat dengan olahraga? Para ahli menyarankan untuk kembali pada esensi berolahraga itu sendiri:

  • Pilih Olahraga yang Anda Nikmati. Alih-alih mengikuti tren, pilihlah aktivitas fisik yang benar-benar Anda sukai. Ketika olahraga didasari motivasi intrinsik yakni kesenangan dan kepuasan pribadi, maka aktivitas tersebut tidak akan terasa seperti beban.
  • Mulai dari Langkah Kecil dan Dengarkan Tubuh. Dokter mengingatkan, jangan memaksakan diri. Mulailah dengan intensitas rendah dan tingkatkan secara bertahap untuk memberi tubuh waktu beradaptasi. Beri tubuh waktu istirahat dan pemulihan yang cukup untuk mencegah cedera dan kelelahan.
  • Fokus pada Proses, Bukan Hasil di Media Sosial. Rayakan setiap kemajuan pribadi, bukan sekadar pencapaian yang bisa dipamerkan. Nilai sejati dari olahraga terletak pada peningkatan kesehatan fisik dan mental, yang tidak bisa diukur dari jumlah “like” atau komentar.
  • Konsultasi dengan Ahli. Jika Anda memiliki kondisi medis tertentu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai olahraga baru. Begitu pula jika Anda merasakan gejala kelelahan, cedera yang tidak sembuh, atau masalah kesehatan mental, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.
  • Prioritaskan Kesejahteraan Mental. Olahraga yang baik untuk mental termasuk yoga, jalan santai, renang, atau zumba, yang terbukti efektif mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati.

Pada akhirnya, olahraga adalah tentang bagaimana kita merasa lebih baik secara fisik dan mental. Itu bukan perlombaan untuk tampil paling sempurna di depan publik. Alih-alih mengejar tren, berolahragalah untuk kesehatan diri sendiri itu adalah kemenangan yang paling berharga.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts