
Jakarta, Petta – Partai NasDem menonaktifkan dua kadernya di DPR RI, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Keputusan itu diumumkan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh melalui siaran pers DPP Partai NasDem pada Minggu (31/8/2025).
“Terhitung mulai 1 September 2025, saudara Ahmad Sahroni dan saudari Nafa Urbach resmi dinonaktifkan dari keanggotaan Fraksi Partai NasDem DPR RI,” demikian pernyataan Surya Paloh dalam siaran persnya.
Keputusan itu diambil setelah keduanya menuai sorotan publik. Sahroni, yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR, dianggap melontarkan pernyataan kontroversial saat menanggapi desakan pembubaran DPR. Ia menyebut pihak yang menyerukan hal tersebut sebagai “orang tolol sedunia”.

Pernyataan itu memicu reaksi keras, bahkan berujung pada aksi massa di Makassar yang membakar gedung DPRD Kota pada Jumat (29/8/2025) malam.
Sementara itu, Nafa Urbach juga mendapat kritik luas karena komentarnya soal kenaikan tunjangan DPR. Ia menilai tunjangan tersebut wajar, antara lain karena anggota DPR kerap menghadapi kemacetan. Nafa kemudian menyampaikan permintaan maaf kepada publik. “Masukan masyarakat menjadi pengingat saya agar ke depan lebih bijak dalam berbicara,” ujarnya.
Gelombang Ketidakpuasan Publik
Pencopotan Sahroni dan Nafa tidak bisa dilepaskan dari dinamika sosial politik yang berkembang beberapa pekan terakhir. DPR RI menghadapi sorotan tajam setelah pembahasan kenaikan tunjangan rumah dinas dan fasilitas anggota DPR mencuat ke publik.
Kebijakan tersebut dianggap tidak empatik, terutama di tengah kondisi ekonomi nasional yang masih menekan masyarakat. Inflasi pangan, tingginya biaya hidup, serta stagnasi daya beli membuat wacana kenaikan tunjangan memicu resistensi.
Kemarahan publik kemudian terakumulasi menjadi gelombang unjuk rasa di berbagai daerah. Aksi massa berlangsung di Jakarta, Makassar, Bandung, Surabaya, hingga di kota-kota besar lainnya, dengan membawa tuntutan yang sama: DPR dinilai gagal menjalankan fungsi representasi rakyat.
Di sejumlah daerah, demonstrasi bahkan berujung ricuh. Penyerangan dan penjarahan rumah beberapa pejabat publik terjadi, menandai tingkat frustrasi yang semakin tinggi terhadap elit politik. Kasus penjarahan dan perusakan rumah Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya menjadi simbol dari eskalasi ketegangan tersebut.
Respons Partai dan Tantangan DPR
Langkah cepat Partai NasDem mencopot dua kadernya dinilai sebagai upaya memutus rantai kemarahan publik sekaligus meredam krisis legitimasi. Dalam konteks politik, keputusan itu bisa dipandang sebagai strategi untuk menunjukkan keberpihakan partai kepada aspirasi rakyat, di saat lembaga DPR tengah menghadapi krisis kepercayaan.
Meski begitu, masalah mendasar tetap perlu dijawab oleh DPR. Sorotan publik tidak hanya tertuju pada individu, melainkan pada kebijakan kolektif lembaga legislatif yang dianggap jauh dari realitas masyarakat.
Tantangan ke depan bagi DPR RI, termasuk partai politik di dalamnya, adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik melalui kebijakan yang lebih pro rakyat dan komunikasi politik yang lebih sensitif terhadap kondisi sosial ekonomi saat ini.