Kebaya Resmi Diakui UNESCO Warisan Budaya Takbenda, Coto Makassar Menyusul?

Andien, Dian Sastro, Shareefa Danish, Titi Radjo Padmaja, Rania Yamin menggalakkan kampanye “Kebaya Goes to Unesco”. (©Instagram/andienaisyah)

Petta – Kebaya akhirnya resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO. Keputusan ini menegaskan posisi kebaya sebagai simbol identitas budaya yang melintasi batas etnis dan negara, sekaligus menjadi warisan berharga bagi masyarakat Asia Tenggara. Tapi di tengah euforia ini, pertanyaan muncul: kapan giliran ikon kuliner seperti Coto Makassar yang mendapatkan pengakuan serupa?

Kebaya: Simbol Identitas Asia Tenggara

Dalam sidang ke-19 Intergovernmental Committee on Intangible Cultural Heritage di Asuncion, Paraguay, pada Rabu (4/12/2024), UNESCO secara resmi memasukkan kebaya ke dalam daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan.

Pengajuan kebaya ini dilakukan secara kolektif oleh lima negara Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut kolaborasi ini sebagai bukti nyata semangat persatuan kawasan.
“Upaya pengajuan bersama ini menunjukkan semangat kerja sama dan persatuan negara-negara Asia Tenggara dalam melestarikan warisan budaya bersama,” katanya, Rabu (4/12/2024).

Fadli menekankan bahwa kebaya bukan sekadar busana tradisional, tetapi juga simbol harmoni budaya. “Kita harus bangga dan menggunakan kebaya dalam berbagai kesempatan sebagai upaya pelestarian kebudayaan,” tambahnya.

Lebih dari sekadar pengakuan simbolik, penetapan ini membawa pesan penting: kebaya adalah jembatan yang menghubungkan generasi sekaligus alat untuk memperkuat dialog antarbudaya. “Semoga kesadaran global terhadap pentingnya pelestarian warisan budaya tak benda terus meningkat,” tutup Fadli.

Apakah Coto Makassar Punya Peluang?

Setelah kebaya, perhatian mulai beralih ke ikon budaya lainnya, termasuk dalam bidang kuliner. Salah satu kandidat potensial adalah Coto Makassar, hidangan khas Sulawesi Selatan yang dikenal dengan kekayaan rasa dan sejarah panjangnya.

Terbuat dari potongan daging sapi yang dimasak dengan bumbu rempah khas seperti kacang tanah, ketumbar, dan serai, Coto Makassar bukan hanya soal rasa, tetapi juga cerminan identitas masyarakat Makassar. Seperti halnya rendang yang telah diusulkan sebelumnya, Coto Makassar berpotensi menjadi alat diplomasi budaya yang memperkenalkan keragaman Indonesia kepada dunia.

Di Indonesia, makanan sering kali menjadi medium untuk memperkuat diplomasi dan menceritakan sejarah budaya. Jika rendang pernah dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia versi CNN Travel pada 2017, bukan tidak mungkin Coto Makassar menyusul untuk mendapatkan pengakuan global.

Pengakuan kebaya oleh UNESCO adalah awal yang baik untuk menunjukkan bahwa budaya Indonesia memiliki daya saing di kancah internasional. Namun, untuk hidangan seperti Coto Makassar, diperlukan upaya kolektif yang melibatkan pemerintah, komunitas lokal, dan diaspora.

Jika kebaya berhasil melangkah sejauh ini, siapa bilang Coto Makassar tidak bisa? Sambil menunggu kabar baik itu, mungkin ini saat yang tepat untuk memesan semangkuk Coto Makassar dan menikmati kekayaan budaya yang tersaji di setiap suapan.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts