
Petta – Industri otomotif global kini memasuki era baru di tengah tantangan pengembangan teknologi kendaraan yang semakin kompleks. Dengan tuntutan kendaraan yang lebih terhubung, otonom, berbagi, dan listrik (CASE), biaya pengembangan terus meningkat. Untuk menghadapi tantangan ini, tiga raksasa otomotif Jepang yaitu Honda, Nissan, dan Mitsubishi mengambil langkah berani dengan merencanakan merger yang akan menciptakan salah satu grup otomotif terbesar di Jepang.
“Sangat sulit bagi satu perusahaan untuk menanggung sendiri beban investasi elektrifikasi dan pengembangan perangkat lunak,” ujar Toshihiro Mibe, Presiden Honda. Dengan berbagi biaya pengembangan dan menggunakan komponen yang sama, ketiga perusahaan ini berharap dapat memangkas biaya produksi. Salah satu strategi yang tengah dipertimbangkan adalah Honda memasok kendaraan hybrid untuk Nissan, sekaligus menyelaraskan operasional produksi untuk efisiensi lebih lanjut.
Fokus pada Kendaraan Listrik
Kendaraan listrik (EV) menjadi fokus utama kolaborasi ini, terutama dengan semakin ketatnya regulasi emisi yang mendorong produksi kendaraan tanpa emisi. Namun, Honda dan Nissan belum mampu menandingi pesaing seperti Tesla dari Amerika Serikat dan BYD dari Tiongkok. Merger ini diharapkan dapat mengubah keadaan dan meningkatkan daya saing mereka di pasar global.
Langkah ini menjadi momen penting tidak hanya bagi Honda dan Nissan, tetapi juga bagi industri otomotif Jepang secara keseluruhan. Jika terealisasi, entitas baru ini akan menjadi salah satu dari dua grup otomotif terbesar di Jepang, bersanding dengan Toyota Motor Corporation. Pada 2023, penjualan gabungan Honda, Nissan, dan Mitsubishi mencapai lebih dari 8 juta unit, mendekati angka Volkswagen AG dan hanya tertinggal dari Toyota.
Menepis Keraguan dan Fokus pada Sinergi
Namun, tidak semua pihak optimis. Mantan Ketua Nissan, Carlos Ghosn, menyebut rencana merger ini sulit berhasil karena adanya duplikasi kekuatan dan kelemahan di antara ketiga perusahaan. Meski demikian, para eksekutif tetap yakin. “Kami berharap tumbuh bersama, bukan saling bergantung,” kata Presiden Nissan, Makoto Uchida. Sementara itu, Presiden Mitsubishi Motors, Takao Kato, menegaskan pentingnya menciptakan sinergi maksimal di antara ketiga perusahaan.
Selain menghadapi tantangan internal, merger ini juga muncul di tengah isu eksternal, seperti potensi keterlibatan Foxconn, raksasa elektronik asal Taiwan dalam saham Renault, pemegang saham utama Nissan. Beberapa analis berpendapat, keputusan Nissan untuk bergabung dengan Honda adalah strategi untuk mencegah Foxconn masuk ke dalam manajemen mereka. Namun, Uchida membantah hal tersebut, dan menyatakan Nissan akan tetap menjalin kerja sama dengan Renault pada proyek-proyek tertentu.
Langkah Menuju Masa Depan
Di sisi lain, Honda mengumumkan rencana untuk membeli kembali saham senilai 1,1 triliun yen ($7 miliar), setara 24 persen dari total saham yang beredar. Ini menunjukkan komitmen Honda dalam memperkuat posisinya menjelang merger ini.
Merger ini bukan hanya sekadar langkah bisnis, tetapi juga simbol perubahan besar dalam industri otomotif Jepang. Dengan sinergi yang tepat, Honda, Nissan, dan Mitsubishi berpotensi menjadi pemain utama dalam transformasi menuju era kendaraan listrik dan otonom.