DPR Bantah Naikkan Tunjangan, Netizen: Kinerja Tak Sejalan dengan Fasilitas

Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir.

Jakarta, Petta – DPR RI resmi menghapus fasilitas rumah dinas bagi anggota dewan periode 2024–2029. Sebagai gantinya, mereka memperoleh tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan.

Kebijakan ini menimbulkan beragam reaksi publik. Ada yang menilai angka tersebut terlalu besar, sementara pimpinan DPR menyebut langkah itu wajar dan efisien.

Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, menegaskan bahwa perubahan ini bukan kenaikan gaji ataupun tunjangan. Ia mengakui sempat keliru menyebut adanya kenaikan tunjangan beras dan bensin, namun setelah melakukan pengecekan, hal itu dibantah.

“Saya ingin klarifikasi terkait dengan kemarin ada beberapa hal yang saya salah memberikan data. Setelah saya cek di kesekjenan, ternyata tidak ada kenaikan, baik itu gaji maupun tunjangan,” kata Adies di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Adies menjelaskan bahwa tunjangan beras anggota DPR tetap Rp200 ribu per bulan sejak 2010. Begitu pula dengan tunjangan bensin yang nilainya masih Rp3 juta per bulan.

“Tunjangan beras itu tidak ada kenaikan sejak tahun 2010, itu sebesar Rp200 ribu kurang lebih per bulan,” ujarnya.

Mengenai tunjangan bensin, ia menegaskan, “Tidak, [tetap] Rp3 juta.”

Adies menekankan bahwa satu-satunya perubahan bagi anggota DPR periode ini adalah adanya tunjangan rumah. Hal ini terjadi karena rumah dinas yang sebelumnya diperuntukkan bagi anggota dialihfungsikan oleh Sekretariat Negara.

“Yang ada memang hanya tunjangan perumahan yang sudah dianggarkan sejak tahun lalu. Itu karena rumah dialihfungsikan oleh Sekretariat Negara. Rumah dinas hanya untuk pimpinan DPR,” katanya.

Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menyebut kebijakan ini dilatarbelakangi alasan efisiensi. Menurutnya, perawatan rumah dinas yang sudah tua membutuhkan anggaran besar, sehingga lebih hemat jika negara memberikan tunjangan tunai.

Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, juga menyatakan langkah ini bisa mengurangi beban keuangan negara. “Daripada negara mengeluarkan ratusan miliar untuk merawat rumah dinas, lebih baik diberikan tunjangan perumahan,” ujarnya.

Pro dan Kontra

Kebijakan ini memicu pro-kontra di masyarakat. Sebagian pihak menilai Rp50 juta per bulan terlalu tinggi di tengah kondisi ekonomi yang masih menekan. Namun, sejumlah anggota DPR seperti Ahmad Sahroni menilai kebijakan ini realistis.

“Daripada negara harus mengeluarkan anggaran besar untuk renovasi rumah dinas yang banyak tidak ditempati, lebih baik tunjangan. Anggota DPR juga bisa memilih tempat tinggal sesuai kebutuhannya,” kata Sahroni.

Di sisi lain, suara sinis bermunculan di media sosial. Sejumlah warganet mempertanyakan besarnya tunjangan rumah yang dianggap tidak sebanding dengan kinerja dewan.
“Kerja dewan hasilnya tidak jelas, tapi fasilitasnya selalu istimewa. Rakyat suruh hemat, mereka malah dapat Rp50 juta per bulan hanya untuk rumah,” keluh salah satu pengguna X.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts