Nissan di Ujung Tanduk, Dihimpit Dominasi Mobil Listrik dari Cina

Salah satu mobil Nissan seri SR. (©carbuzz)

Petta – Nissan, produsen otomotif asal Jepang, menghadapi ancaman kebangkrutan akibat penurunan tajam penjualan. Persaingan ketat dengan mobil listrik murah asal Cina menjadi salah satu penyebab utama.

Dilaporkan oleh Daily Mail pada Senin (2/12/2024), Nissan mempekerjakan sekitar 7.000 orang di Inggris dan 17.000 di Amerika Serikat (AS). Namun, perusahaan ini mengalami penurunan signifikan di pasar-pasar utamanya, seperti Cina dan AS. Akibatnya, Nissan berencana mengurangi kapasitas produksi global hingga 20% dan merumahkan 9.000 karyawan.

Untuk menghadapi tekanan ini, Nissan yang berbasis di Yokohama akan memangkas biaya produksi mobil listrik hingga 30%. Langkah ini diambil guna bersaing dengan merek-merek Cina seperti BYD, Chery, Geely, dan SAIC Motor yang mendominasi pasar dengan mobil listrik terjangkau. BYD bahkan berhasil melampaui Tesla dalam pendapatan kuartal ketiga 2024, dengan US$ 28,2 miliar dibanding Tesla yang hanya mencapai US$ 25,2 miliar.

Direktur Eksekutif Nissan, Makoto Uchida, menerima pemotongan gaji sebesar 50%, sementara Kepala Keuangan Stephen Ma memilih mundur dari jabatannya. Namun, upaya ini dinilai belum cukup untuk mengatasi tekanan kompetisi, terutama dari kendaraan hibrida dan listrik yang terus meningkat popularitasnya.

“Kami belum mampu mengikuti perkembangan zaman. Kami salah memprediksi bahwa kendaraan listrik hibrida dan hibrida plug-in akan begitu populer,” ujar Uchida.

Laporan Forbes menyoroti bahwa dominasi merek Cina di pasar global telah mengikis pangsa pasar Nissan. “Gelombang kendaraan listrik murah dari Cina membanjiri pasar global, mencuri pangsa pasar dari produsen Jepang,” tulis publikasi itu.

Kini, Nissan menghadapi risiko utang besar, yang diprediksi mencapai US$ 5,6 miliar pada 2026. Penjualan global Nissan turun 3,8% menjadi 1,59 juta unit dalam enam bulan pertama tahun fiskal, dengan penurunan terbesar terjadi di Cina, yaitu 14,3%.

“Kami hanya punya waktu 12 hingga 14 bulan untuk bertahan hidup. Situasinya sulit, dan kami membutuhkan Jepang dan AS untuk menghasilkan uang tunai,” ungkap seorang pejabat senior Nissan yang enggan disebutkan namanya.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts