
Petta – Gelombang pengunduran diri pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menarik perhatian publik. Dalam kurun waktu lima bulan terakhir, tercatat lima pejabat eselon II meletakkan jabatannya dengan berbagai alasan, mulai dari pensiun dini hingga pengakuan atas ketidakmampuan memenuhi target kerja.
Fenomena ini terjadi di tengah masa awal kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman yang kembali menjabat secara definitif sejak Februari 2025. Meski pengunduran diri adalah hal lumrah dalam birokrasi, jumlah dan waktunya yang berdekatan menimbulkan beragam spekulasi.
Nama terbaru yang masuk dalam daftar adalah Setiawan Aswad, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sulsel. Ia menyatakan mundur karena merasa gagal mencapai target penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
“Kalau tidak mampu, kita harus sadar diri,” ujar Setiawan kepada sejumlah media, Selasa (23/7/2025). “Kita diberikan kepercayaan, tapi jika tidak bisa menjawab tantangan, lebih baik mundur.”
Sebelumnya, ada nama Andi Muhammad Arsjad, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, yang mengundurkan diri pada awal Maret dengan alasan pensiun dini. Salehuddin, Kepala BKAD, juga mundur di bulan yang sama, tanpa alasan yang diungkap ke publik.
Dua pejabat lainnya, Ashari Fakhsirie Radjamilo (Kadis Koperasi dan UMKM) dan Junaedi Bakri (Kepala Biro Ekonomi dan Pembangunan), mengundurkan diri di akhir April. Keduanya tetap berstatus ASN, namun memilih melepaskan jabatan struktural.
Antara Profesionalisme dan Tekanan Birokrasi
Jika ditelaah lebih dalam, ada dua sisi dalam fenomena ini. Di satu sisi, pengunduran diri karena alasan kinerja menunjukkan adanya kesadaran profesional. Gagal memenuhi target kerja dan memilih mundur bisa menjadi bentuk tanggung jawab moral. Langkah seperti ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang menuntut pejabat tak hanya menjabat, tapi juga mencapai hasil.
Namun di sisi lain, maraknya pengunduran diri dalam waktu yang berdekatan juga menimbulkan tanya: apakah ini murni soal kinerja, atau ada dinamika lain di balik layar?
Spekulasi Politik dan Ketegangan Internal?
Sejumlah analis menyebut, tekanan kerja di lingkungan Pemprov Sulsel cukup tinggi. Target pembangunan yang ambisius tidak selalu diiringi dengan kesiapan anggaran maupun dukungan struktural yang kuat.
Menanggapi situasi ini, pengamat pemerintahan dan politik, Muhammad Asratillah, menyebut bahwa mundurnya para pejabat tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan gejala dari adanya tekanan sistemik dalam tubuh birokrasi Pemprov Sulsel.
“Saya pikir ada beberapa penyebab yang mengakibatkan para pejabat mengundurkan diri. Pertama, kita harus akui bahwa saat ini ada tekanan yang cukup besar di lingkungan Pemprov Sulsel,” kata Asratillah kepada Rakyat Sulsel, Jumat (25/7/2025).
Tantangan Pemerintahan
Fenomena ini menjadi catatan penting bagi Pemprov Sulsel: bagaimana memastikan reformasi birokrasi berjalan, target pembangunan tercapai, dan stabilitas organisasi terjaga.
Pejabat boleh saja silih berganti, tapi pelayanan publik tidak boleh terganggu. Lebih dari itu, kepercayaan terhadap sistem pemerintahan juga harus tetap terjaga.