Perumahan di Atas Sawah: Fahri Hamzah Sindir, “Jangan Hanya Cari Untung!”

Wamen PKP, Fahri Hamzah saat berkunjung ke Kota Bima, Senin, 23 Desember 2024. (©NTB Satu)

Petta – Fahri Hamzah mengangkat isu serius soal maraknya pembangunan perumahan di atas lahan sawah, yang menurutnya bisa berdampak buruk bagi ketahanan pangan Indonesia. Dalam kunjungannya ke salah satu perumahan di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (27/11/2024), Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman ini tidak segan mengkritik tren yang kian mengkhawatirkan.

“Kalau trennya rumah dibangun di atas sawah, artinya kita akan mengimpor beras tidak ada habis-habisnya. Jangan ada alasan pengadaan tanah di satu sisi, tapi di sisi lain gara-gara itu kita membangun semua rumah di atas sawah,” tegas Fahri.

Menurut Fahri, alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan perumahan tidak hanya mengancam swasembada beras, tetapi juga berpotensi menjadikan Indonesia semakin bergantung pada impor pangan. “Artinya kita akan selanjutnya jadi pengimpor dan bisa jadi Pulau Lombok bisa menjadi salah satu penyebab impor tambah banyak,” tambahnya.

Fahri memahami kebutuhan akan perumahan yang terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Namun, ia menekankan pentingnya inovasi dalam pembangunan tanpa harus mengorbankan lahan sawah. “Harusnya janganlah ambil sawah sebagai tempat rumah. Kalau sawah kita habis, terus padi mau ditanam di mana?” tanyanya.

Ia juga menyoroti keunggulan lahan sawah dibandingkan tanaman lain seperti jagung, terutama dalam hal irigasi dan stabilitas pengairan. Sawah, kata Fahri, adalah bagian penting dari sistem pangan yang harus dilindungi.

Untuk itu, Fahri mendorong para pengembang dan pemerintah daerah untuk lebih kreatif dan bertanggung jawab. “Inovasi dalam membuat rumah harus dikembangkan. Jangan cuma jual rumah seperti ini, apalagi ngambil sawah. Tapi bagaimana kawasan kumuh disulap menjadi permukiman yang indah,” sarannya.

Fahri mengusulkan solusi konkret berupa pembangunan rumah susun sebagai alternatif untuk mengatasi keterbatasan lahan. “Kalau itu kita kompensasi dengan harga tanah yang katanya mahal, lalu membangun rumah susun lantai tiga tanpa lift, menurut saya ini bisa jadi alternatif keterbatasan lahan dan perbaikan tata kota,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa kementeriannya memiliki anggaran cukup besar untuk mendukung ide-ide inovatif dalam pengembangan kawasan permukiman. Dengan anggaran tersebut, Fahri berharap pembangunan perumahan dapat lebih selaras dengan kebutuhan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian lahan sawah.

“Jangan sampai rumah-rumah baru malah menggerus sawah kita. Kalau inovasi dijalankan dengan benar, semua bisa seimbang: masyarakat dapat rumah, sawah tetap terjaga,” pungkas Fahri.

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts