
Petta – Penyakit tak dikenal dengan gejala mirip flu telah merenggut setidaknya 79 nyawa dan membuat 376 orang jatuh sakit di Republik Demokratik Kongo, menurut laporan Kementerian Kesehatan setempat. Hingga Selasa, penyakit ini dilaporkan menyebar di Provinsi Kwango, barat daya Kongo.
Gejala yang dialami pasien meliputi demam tinggi, sakit kepala, hidung tersumbat, batuk, kesulitan bernapas, dan anemia. Sumber penyakit ini masih belum teridentifikasi, sementara jumlah korban tewas diduga mencapai 143 orang, menurut laporan otoritas setempat kepada Reuters dan Associated Press.
Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak menangani jenazah tanpa pendampingan tenaga medis. Warga juga diminta melaporkan kasus penyakit mencurigakan atau kematian tak biasa, menghindari kerumunan, dan menjaga kebersihan seperti rutin mencuci tangan.

Tim darurat kesehatan telah dikerahkan ke wilayah terdampak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga bekerja sama dengan otoritas setempat untuk menyelidiki. “Kami telah mengirim tim ke daerah terpencil untuk mengumpulkan sampel guna analisis laboratorium,” ujar juru bicara WHO, Tarik Jašarević.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), yang memiliki kantor di Kongo, turut memberikan dukungan teknis. Menurut Anne Rimoin, ahli epidemiologi dari UCLA yang berpengalaman di Kongo, terbatasnya infrastruktur kesehatan menjadi tantangan dalam mendiagnosis penyakit. “Ini bisa apa saja, dari influenza hingga Ebola,” ujarnya.
Abraar Karan, dokter spesialis penyakit menular dari Stanford Medicine, mengatakan lokasi wabah ini menimbulkan kekhawatiran. Interaksi manusia dengan satwa liar di Kongo meningkatkan risiko penularan patogen. “Kami akan memulai dengan menguji penyakit umum seperti flu atau malaria, lalu mengecek patogen langka jika hasil tes negatif,” jelas Karan.
Sementara itu, tim internasional di lapangan mengumpulkan data faktor risiko dan riwayat kontak pasien. Amira Albert Roess, profesor kesehatan global dari George Mason University, optimis bahwa penyebab penyakit ini akan segera terungkap mengingat pola kematian yang seragam dan terjadi dalam waktu singkat.